Jakarta, 28 September 2022 – Bank Dunia (World Bank) menyatakan kenaikan suku bunga yang terjadi serentak di seluruh dunia dalam rangka penanganan inflasi, berisiko menyebabkan resesi global dan krisis keuangan di berbagai belahan di dunia seperti Amerika Serikat (AS), Tiongkok, Uni Eropa, hingga Jepang.
Risiko global pertama yang berpotensi mendorong ekonomi ke jurang resesi adalah inflasi tinggi. Harga komoditas energi dan pangan terlihat masih terus naik dan bertahan di level tinggi. Ini tidak lepas dari dampak perang Ukraina - Rusia yang masih berlangsung sampai sekarang.
Hal ini pun mendorong Bank Sentral Eropa untuk menaikkan suku bunga acuan setengah poin pada Juli lalu. Kemudian, menurut data yang diterbitkan badan statistik Uni Eropa, inflasi tahunan di 19 negara zona Euro juga ikut naik menjadi 8.9% di Juli yang meningkat dari angka Juni sebesar 8,6%.
Sementara itu, Amerika Serikat juga menghadapi inflasi 9,1%, ini tercatat merupakan inflasi tertinggi dalam 40 tahun terakhir. Inflasi juga menghantui Tiongkok. Biro Statistik Nasional (NBS) China mencatat, inflasi Indeks Harga Produsen (IHP) naik ke level 8,3% pada Maret 2022.
Dampak Inflasi terhadap Milenial
Melonjaknya inflasi tentunya juga mempengaruhi milenial terutama dalam hal finansial. Bahkan Kepala Investasi di Smead Capital Management, Bill Smead, mengatakan bahwa milenial menjadi salah satu penyebab inflasi di Amerika Serikat, hal ini disebabkan karena perilaku milenial yang selalu membelanjakan uangnya untuk membeli rumah, kendaraan, dan aset lainnya yang ternyata semakin mendorong kenaikan harga di Amerika.
Berbeda dengan milenial di Indonesia, berdasarkan sebuah studi “Indonesia Gen Z and Millennial Report 2020” yang dirilis oleh institusi Alvara Research 1, mengungkapkan bahwa sebagian masyarakat urban milenial di berbagai kota di Indonesia mengakui, mereka sulit menabung atau berinvestasi karena rata -rata pengeluaran rutin bulanan mereka, terutama yang berusia 25 - 40 tahun, menghabiskan sebesar 57% dari total pemasukan. Alih-alih menabung atau berinvestasi dari sisa 43% pendapatan, hampir semua dilarikan untuk pengeluaran gaya hidup seperti travelling, healing, menyesap kopi kekinian dan sebagainya.
Selain tingginya pengeluaran rutin pokok bulan, milenial Indonesia juga harus berjuang untuk menyiasati inflasi gaya hidup (lifestyle inflation), yang menggambarkan kondisi perubahan perilaku dan kebiasaan yang mengakibatkan pengeluaran yang terus meningkat seiring dengan bertambahnya penghasilan.
Melihat kondisi tersebut, Grant Thornton memberikan tiga cara mengatasi laju inflasi untuk generasi milenial:
1. Mengatur Pengeluaran Secara Bijak
Salah satu kebiasaan kurang baik yang sering terjadi adalah membeli sesuatu hanya karena keinginan semata. Dengan mempersiapkan rencana keuangan, pengeluaran yang tidak perlu dapat dicegah dengan adanya prioritas pengeluaran dalam kurun waktu tertentu. Selain itu adalah penting untuk tidak selalu meningkatkan gaya hidup seiring dengan meningkatnya pendapatan, apalagi menerapkan gaya hidup yang lebih boros dibandingkan dengan pendapatan.
2. Memiliki Dana Darurat
Dana darurat sebenarnya hanya seperti menabung, hanya saja prioritasnya digunakan untuk keperluan mendesak seperti sakit, kecelakaan maupun di kala mengalami kondisi tanpa penghasilan. Dana darurat biasanya harus dimiliki sebanyak 6 kali total pengeluaran dalam satu bulan. Semakin banyak tanggungan, maka semakin besar pula dana darurat yang perlu dipersiapkan. Jangan lupa, pisahkan dana darurat pada rekening tabungan lain agar dapat tersimpan dengan baik.
3. Memulai Investasi Sedini Mungkin
Salah satu kebiasaan baik dalam menghadapi inflasi adalah dengan memulai untuk berinvestasi. Investasi diperlukan untuk menyiapkan rencana jangka panjang seperti membeli rumah, dana pendidikan anak, dan lain-lain. Terdapat banyak instrumen investasi yang dapat dipilih seperti reksadana, saham, deposito, obligasi, sampai dengan logam mulia.
Johanna Gani, CEO Grant Thornton Indonesia mengatakan, “Inflasi merupakan hal yang tak bisa dihindari, terutama melihat kondisi perekonomian global saat ini. Untuk mengantisipasi inflasi dan resesi global, tidak bisa hanya bergantung pada peran pemerintah saja, namun perlu juga dukungan masyarakat dalam menekan tingkat inflasi yang ada di negara ini”.
“Hal yang paling mudah untuk dilakukan adalah menghindari sikap konsumtif yang berlebihan terhadap produk-produk impor dan mulai beralih ke produk buatan dalam negeri. Perlu juga adanya persiapan dan edukasi kesehatan finansial bagi generasi milenial sebagai calon penerus bangsa, cerdas mengelola keuangan pribadi adalah sebuah keharusan untuk membantu menahan laju inflasi“, tutup Johanna.